Jumat, 03 Februari 2017

Terdiam dalam Keagungan




Slamet Mountain

11 Desember 2016

Pagi itu kami terbangunkan oleh suara adzan subuh yang memecah suhu dingin lereng Gunung Slamet. Kami berada di sebuah daerah yang bernama Kedung Banteng, secara administratif masuk dalam Kabupaten Banyumas. Kami menginap semalam di sebuah rumah sederhana nan hangat, adalah rumah Mas Ridho, seorang pendaki syarat pengalaman dan seorang relawan alam, teman kenalan sekaligus teman baru dari Mas Nur yang merupakan Leader dari pendakian kali ini. Singkat cerita malam itu kami sampai Kedung Banteng pukul 22.30 WIB, setelah perjalanan menguras tenaga dari Yogyakarta yang hanya menggunakan kuda besi. Bukan sekedar senyum hangat dari keluarga Mas Ridho saat itu menyambut kedatangan kami, namun seolah kami sudah seperti saudara sendiri. Berteman secangkir kopi yang di suguhkan, ujung malam yang luar biasa bersama kawan-kawan baru. Kami memang belum mengenal satu sama lain, kecuali Danar yang merupakan teman kuliah saya. Farhan, Anto, Putra, Mas Nur, Keluarga Mas Ridho adalah kawan-kawan baru sekaligus partner baru. 

Pagi itu kami mengawali hari dengan menunaikan sholat subuh, setelah itu kami mencari makanan guna mengisi perut yang mulai keroncongan.Singkat cerita pukul 09.00 WIB kami bergegas menuju basecamp Bambangan, sengaja melewati Baturaden agar perjalanan lebih cepat. Menyusuri jalan aspal lereng Gunung Slamet yang terkadang jalan berubah seperti sungai yang sedang surut menunjukan rusaknya jalan pintas ini.

Hujan menyapa tatkala perjalanan menyisakan beberapa langkah, suhu dingin benar-benar mengusik kenyamanan kami. Ucapan selamat datang dari sang Maha Kuasa. Tepat pukul 12.00 WIB kami berada di gerbang pendakian Gunung Slamet, pertanda pendakian akan segera dimulai. Perjalanan yang sudah kutunggu lampau hari.
Penulis


                                              
                                                                  Full team dan Keluarga Mas Ridho
Perjalanan kami diawali dengan berdoa, suatu keharusan saat melakukan aktivitas di alam bebas. Perlahan meninggalkan basecamp  perjalanan berjalan lancar. Medan perlahan terus menanjak, hutan pinus sedikit menyegarkan mata, sesekali nyanyian hujan benar-benar membingungkan kami. Tampak raut muka yang cukup kelelahan dari kawan-kawan melihat jarak dari basecamp yang cukup jauh, 1 jam kita menghabiskan waktu menuju Pos 1. Sebuah hidangan pisang goreng dari Ibu-ibu di Pos 1 cukup membuat stamina kembali beranjak.

Trek mulai berliku dan sedikit licin, mengingat intensitas hujan yang sedang tinggi-tingginya dan juga gerimis menemani kami sedari Pos 1. beberapa Pendaki tampak lalu lalang turun gunung pertanda akan kembali. Sapaan ramah mengiringi kami yang akan menuju puncak tertinggi. Sebuah adat lama yang kian tergerus akan arus globalisasi. Sekitar 1.5 jam kemudian sampailah kita di Pos 2. Ada hal menarik disini yang benar-benar mengalihkan perhatianku. Tampak diseberang sana ada beberapa Pendaki perempuan bercadar yang tampak sekali riang bersama rombongannya, menunjukan cadar bukan penghalang untuk melakukan aktivitas pendakian. Salut!

Perjalanan kami lanjutkan mengingat target awal kami camp di Pos 7 atau Pos 9. Trek benar-benar tanpa bonus sama sekali. Rasanya perjalanan tak menemukan ujungnya. Sesekali berhenti sekedar isi tenaga dan sholat ashar. Beberapa menit kemudian sampailah di Pos 3. Pos yang lebih besar dari Pos 3.  Istirahat sejenak karena senja mulai menunjukan siapa dirinya.

Bagiku pendakian kali ini salah satu dari pendakian terberatku, benar saja secara  bergantian kaki lebih tepatnya bagian paha secara bergantian mengalami kram. Saat itu saya benar-benar merasa payah, mungkin karena jarang sekali olahraga, tapi yang jelas kram ini sedikit merepotkan kawan-kawan saya. Namun ini bukan hambatan bagi saya, pendakian tetaplah pendakian. Hingga akhirnya kami berada di Pos 4 atau sering di sebut Pos Samarantu. Mengingat katanya angkernya Pos ini, Kami tetap melanjutkan  perjalanan menuju Pos 5. Perjalanan ini benar-benar menguras tenaga kami, benar saja kami sampai Pos 5 sekitar pukul 21.00 WIB. Hujan menyambut kedatangan kami di Pos 5. Hal ini membuat kami tanpa pikir panjang langsung masuk ke  Shelter Pos 5. Di dalam Shelter ini terdapat beberapa Pendaki. Singkat cerita, hujan tak kunjung berhenti dan kami memutuskan tidur di dalam Shelter ini, tanpa mendirikan tenda di luar, mengingat tidak ada space untuk mendirikan tenda.

Singkat cerita  saat beberapa Pendaki sedang asyik saling bercanda, terdengar dari luar minta tolong. Dan ternyata adalah rombongan Pendaki dari Jabodetabek yang salah satu anggotanya mengalami Hipotermia. Lantas saja langsung mendapat pertolongan pertama, Untung saja saat itu terdapat 2 Pendaki senior yang berada di dalam Shelter itu. Pertolongan pertama terus dilakukan hingga pada akhirnya semua terdiam...hening sekali...tak ada satu pun orang berbicara dalam Shelter itu. Semua benar-benar merasa khawatir. Perempuan yang terkena hipotermia tersebut tak sadarkan diri. Ini sangat berbahaya mengingat sedang Hipotermia. Hingga akhirnya perempuan tersebut kembali tersadar. Beberapa Pendaki di dalam Shelter itu bahu-membahu membantu Pendaki senior tadi. Hingga suatu waktu perempuan manis itu kembali bisa diajak berbicara dan terus diajak bercanda agar hangat tubuh selalu terjaga darinya. Hah...Allah SWT benar-benar menunjukan Kuasanya  saat itu. 


12 Desember 2016

Singkat cerita kami terbangunka oleh suhu dingin yang benar-benar menusuk tulang di dalam Shelter ini. Kami terbangun pada pukul 02.00 WIB. Hujan mulai reda menyisakan gerimis rintik pertanda alam mulai bersahabat. Setengah jam kemudian kami melakukan Summit Attack, sengaja Putra tidak ikut melanjutkan perjalanan karena sedikit mengalami penurunan fisik. Berbekal 1 cerrier yang kami bawa kami berlima perlahan melanjutkan perjalanan menuju puncak Gunung Slamet. Trek menuju Pos 6 mulai menanjak tanpa bonus sama sekali. Sesekali terpeleset menunjukan licin medan sisa hujan semalam. Pos 7, Pos 8 terlampaui, lebih cepat dari perkiraan awal kami. Hingga kami sampai di Pos 9. Pos terakhir menuju Puncak Gunung Slamet. Tampak di bawah sana gemerlap kota purbalingga benar-benar memanjakan mata kami. Namun cuaca cerah yang kami eluh-eluhkan sejak awal belum juga menampakkan dirinya. 

Perjalanan terberat dimulai dari sini. Kaki mulai menapak batuan yang sewaktu-waktu dapat jatuh ke bawah. Vegetasi mulai tidak terlihat tergantikan dengan bongkahan batu besar dan pasir yang setiap saat siap meluncurkan kami kebawah. Menghela nafas sejenak, melihat kebawah dan merasakan hasil yang selama ini kami dapatkan. Tak lupa sebagai seorang muslim kewajiban tetaplah kewajiban tidak ada alasan untuk tidak menunaikan sholat subuh. Mengingat kepada sang Illahi, Tuhan pencipta Alam semesta. Di seberang sana juga terdapat dua perempuan berhijab yang menunaikan shalat subuh tatkala orang-orang lupa siapa penciptanya yang telah mengantarkannya di posisi ini. 200 M sebelum puncak Gunung Slamet.

Sejenak berhenti, berdiri  menatap keatas, Terdiam dalam Keagungan. Aku benar-benar  merasa kecil disini, dalam situasi dimana batu setiap waktu bisa meluncur menerpa badan lemahku dan dingin yang setiap saat memeluk erat tanpa pedulikan siapa aku.

Hingga sekitar pukul  05.30 WIB kami berhasil berada di puncak Gunung Slamet. Alhamdulillah, perasaan yang luar biasa gembira mengingat beratnya medan sisa hujan semalam.


Penulis

Penulis
Anto
Danar

Farhan
                                    
                                                      Dua pemuda calon sarjana hukum
Pos 1

Turun gunung



Terima kasih kepada Allah SWT yang telah melancarkan perjalanan kami, kepada orang tua yang sudah merestui perjalanan ini, kepada kawan-kawan baru dari Jogja yang sudah seperti sahabat sendiri, kepada keluarga Mas Ridho yang begitu baik terhadap kami, dan kepada semua pihak yang telah melancarkan perjalanan ini. Semoga akan ada lagi tulisan-tulisan tentang pendakian yang Penulis dambakan. Aamiin, See You Next Time, Wassalamuallaikum, Salam Lestari!




Terima kasih sudah membaca